Pada postingan sebelumnya sudah dijabarkan mengenai pengertian, tujuan, serta kelebihan dan kekurangan terapi psikoanalisis. Dalam terapi psikoanalisis ada beberapa teknik yang digunakan, yaitu:
Asosiasi Bebas
Dalam teknik ini klien diminta untuk duduk santai atau tidur lalu menceritakan semua pengalaman yang terlintas dalam benaknya baik yang teratur maupun yang tidak, sepele atau penting, logis atau tidak logis, relevan atau tidak, semuanya harus diungkapkan. Asosiasi-asosiasi yang diucapkan itu kemudian ditafsirkan sebagai pengungkapan tersamar pengalaman-pengalaman yang direpres.
Tidak diketahui dengan tepat kapan Feud menemukan teknik asosiasi bebas. Namun, teknik ini berkembang secara berangsur-angsur antara tahun 1892-1896 dengan menyaring teknik hipnosis dan sugesti disertai dengan menekan dan menanyai pasien. Isyarat adanya asosiasi bebas telah disinggung pada tahun 1889 pada salah satu kasus yang ditanganin oleh Freud yaitu kasus Emmy von N. Jones (dalam, Semiun 2006) mengemukakan suatu kejadian historis dimana Freud menekan dan menanyai Elisabeth von R., dan ia mencela Freud karena mengganggu arus pikirannya. Freud dengan rendah hati menerima apa yang disampaikan Elisabeth von R. Setelah itu metode asosiasi bebas digunakan seterusnya karena menjadi metode yang memuaskan sebab memberikan kemungkinan pada pikiran-pikiran pasien yang tidak terkendali untuk memasuki situasi perawatan.
Analisis Mimpi
Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar karena isi mimpi ditentukan oleh keinginan-keinginan yang direpres. Keinginan-keinginan itu muncul lagi dalam bentuk simbol sebagai jalan menuju pemuasan.
Berawal dari ketidakpuasan Freud terhadap metode terapeutik konvensional yaitu, perangsangan listrik, hidroterapi, pijat dan sebagainya, kemudian Freud beralih menggunakan hipnosis untuk tujuan katarsis. Pendekatan terapeutiknya adalah menghipnosis pasien dan menyuruhnya berbicara tentang asal mula dari setiap simtomnya. Ia menanyakan apa yang menakutkan pasien ketika peristiwa itu terjadi, dan sebagainya. Pasien menjawab dengan mengemukakan serangkaian ingatan yang sering dibarengi oleh afek yang hebat. Pada akhir sesi tertentu, Freud mengemukakan bahwa pasien melupakan ingatan-ingatan menggelisahkan yang telah muncul.
Pada tahun 1892, Freud menyadari bahwa kemampuannya untuk menghipnosis pasien sangat terbatas, dan ia harus menghadapi pilihan, yakni membuang perawatan dengan metode katarsis atau tetap memakainya walaupun pasien tidak mencapai keadaan somnambulistik. Freud memilih pendekatan kedua, dan untuk membenarkan pendekatan ini ia ingat akan Bernheim yang telah memperlihatkan bahwa pasien-pasien dapat dibuat untuk mengingat peristiwa yang telah dilupakan dengan menggunakan teknik sugesti walaupun pasien tetap terjaga.
Freud tetap menggunakan asumsi bahwa pasien-pasiennya mengetahui segala sesuatu yang bermakna patogenik dan tugas analis adalah meminta mereka untuk menyampaikannya. Ia meminta pasiennya berbaring, menutup mata, dan berkonsentrasi. Pada saat tertentu, ia akan menekan dahi mereka dan menegaskan bahwa ingatan-ingatan akan muncul. Elisabeth von R. Adalah pasien pertama yang dirawat Freud dengan sugesti. Pada tahun 1896, Freud membuang hipnosis dan tidak jelas kapan ia tidak lagi menggunakan sugesti sebagai sarana terapeutiknya yang utama. Kemudian di tahun yang sama Freud menyelesaikan karyanya yang sangat penting, yakni The Interpretation of Dreams, meskipun tidak dipublikasikan sebelum tahun 1900. Tampaknya masuk akal bila dikatakan bahwa kemampuan untuk memahami struktur dan arti mimpi telah meningkatkan keterampilannya dalam interpretasi. Akibatnya, Freud semakin sadar pada produksi bahan pasien yang dilakukan secara spontan. Ia dapat menggunakan interpretasi-interpretasi untuk sampai pada ingatan yang direpresikan.
Penafsiran atau Interpretasi
Penafsiran merupakan prosedur dasar di dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resitensi dan transferensi. Caranya dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri.
Fungsi penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien.
Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpress tersebut. Dalam tingkat tertentu, resistensi itu ada dari awal sampai akhir perawatan. Resistensi mempertahankan status quo neurosis pasien. Resistensi menentang analis, pekerjaan analitik, dan ego rasional pasien. Resistensi adalah suatu konsep operasional, bukan sesuatu yang baru diciptakan analis. Situasi analitik menjadi arena di mana resistensi-resistensi itu mengungkapkan dirinya.
Resistensi merupakan pengulangan semua operasi defensive yang telah digunakan pasien dalam kehidupan masa lampaunya. Semua variasi gejala psikis mungkin digunakan untuk tujuan resistensi dan resistensi itu beroperasi melalui ego pasien. Meskipun beberapa aspek dari suatu resistensi mungkin sadar, namun suatu bagian yang penting diadakan oleh ego tak sadar.
Ciri terapi psikoanalisis adalah menganalisis resistensi dengan teliti dan sistematis, sedangkan tugas psikoanalisis tidak lain adalah mengungkapkan bagaimana pasien menentang, apa yang ditentang, dan mengapa ia menentang. Penyebab langsung dari resistensi adalah selalu menghindari suatu efek yang menyakitkan, seperti kecemasan, rasa bersalah, atau malu. Di balik motif ini akan ditemukan suatu impuls instingtual yang telah memicu efek yang menyakitkan itu. Pada akhirnya orang akan menemukan bahwa penyebabnya adalah ketakutan terhadap suatu keadaan traumatic yang coba dihindari oleh resistensi.
Ada banyak cara mengklasifikasikan resistensi. Cara praktis yang sangat penting ialah membedakan resistensi egosyntonic dan ego-alien. Apabila seorang pasien merasa bahwa suatu resistensi asing baginya, maka ia siap mengerjakannya secara analitik. Bila resistensi itu adalah ego-syntonic, ia mungkin menyangkal adanya, meremehkan maknanya, atau merasionalisasikannya. Salah satu langkah awal yang sangat penting dalam menganalisis suatu resistensi adalah memasukkannya ke dalam resistensi ego-alien pasien. Segera setelah ini dicapai, pasien akan membentuk suatu aliansi kerja dengan analisi. Ia akan mengidentifikasikan dirinya untuk sementara dan secara parsial dengan analis karena ia rela mengerjakan resistensi-resistensi itu secara analitik.
Bentuk-bentuk psikoterapi lain berusaha menyingkirkan atau mengatasi resistensi-resistensi dengan sugesti, menggunakan obat, atau memanfaatkan hubungan transferensi. Dalam terapi-terapi, yang disebut covering up atau supportive therapies, terapis berusaha memperkuat resistensi-resistensi. Ini mungkin perlu bagi pasien-pasien yang mengalami keadaan psikotik. Hanya dalam psikoanalisis terapis berusaha menemukan penyebab, tujuan, cara dan sejarah resistensi-resistensi tersebut.
Analisis Transferensi
Resistensi dan transferensi merupakan dua hal inti dalam terapi psikoanalisis. Transference dalam arti sebenarnya adalah suatu bentuk ingatan dari kejadian-kejadian yang telah dialami dan yang diulang kembali dalam keadaan sekarang atau yang akan datang (Gunarsa, 2001). Analisis transferensi terjadi kalau dalam pertemuan terapi terungkap adanya dispalcement dalam diri pasien. Hal itu terjadi kalau pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya kepada terapis yang menanganinya. Transferensi itu menunjukkan kebutuhan pasien untuk mengekspresikan kebutuhannya. Semua ini berlangsung secara tidak sadar, terapis sering jadi sasaran atau pengganti. Di sini terapis berusaha untuk menjelaskan perasaan-perasaan yang sedang dialami atau yang diekspresikannya pada terapis, sehingga pasien memiliki satu pemahaman yang lengkap mengenai kesulitan yang sedang dialami.
Situasi transferensi penting untuk psikoanalisis. Perasaan transferensi diperoleh terapis dan hanya dipindahkan kepadanya dari pengalaman pasien sebelumnya, biasanya pengalaman dengan orang tuanya. Dengan kata lain, perasaan pasien terhadap analis adalah sama dengan perasaan sebelumnya terhadap salah satu atau kedua orang tua. Sejauh perasaan ini memanifestasikan dirinya sebagai perhatian atau cinta (transferensi positif), maka transferensi tidak mengganggu proses perawatan, bahkan menjadi sekutu yang berpengaruh terhadap proses terapeutik. Transferensi positif memungkinkan pasien untuk menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak dalam iklim perawatan analitik yang tidak mengancam. Akan tetapi, transferensi negative dalam bentuk permusuhan harus diketahui terapis dan menjelaskan kepada pasien supaya ia dapat mengatasi setiap resistensi terhadap perawatan.
Yang paling disuka yaitu teknik analisis mimpi, karena analisis mimpi merupakan teknik yang mengungkap keinginan-keinginan yang direpres oleh individu. Sehingga keingana-keinginan tersebut bisa terungkap.
Sumber
Semiun, Y. (2006). Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik freud. Jakarta: Kanisius.
Gunarsa, Prof. Dr. Singgih D. (2002). Konseling dan terapi. Jakarta: Gunung Mulia.